Kamis, 03 Maret 2011

Fadhilah Majelis Ilmu (Majelis Ta’lim)


Ada hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani, Abu Na’im dan Ibnu Abdilbar sebagai berikut:

”Bersabda Rasulullah SAW, apabila aku didatangi oleh suatu hari, dan aku tidak bertambah ilmuku pada hari itu yang dapat mendekatkan diriku kepada Allah ’azza wa jalla, maka tidak ada keberkahan untukku dalam terbitnya matahari pada hari itu”

Hadis ini menunjukkan kepada kita bahwa Rasulullah SAW mengkaitkan antara keberkahan waktu dengan ilmu. Hari yang berlalu tanpa ada penambahan ilmu pada hari itu dianggap sebagai tidak membawa keberkahan.


Salah satu cara untuk mendapatkan ilmu adalah dengan menghadiri majelis ta’lim. Demikian tingginya nilai ta’lim sehingga dikatakan oleh Rasulullah SAW nilainya lebih baik dari shalat sunat 100 raka’at:

”Dari Abu Dzar, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: ”Wahai Abu Dzar. Hendaklah engkau pergi, lalu engkau mempelajari satu ayat dari kitab Allah, lebih baik bagimu daripada kamu shalat 100 rakaat. Dan hendaklah engkau pergi, lalu engkau mempelajari suatu bab ilmu yang dapat diamalkan ataupun belum dapat diamalkan, adalah lebih baik daripada kamu shalat 1.000 rakaat.” (HR Ibnu Majah dengan sanad hasan).

Tentang keutamaan lainnya dari majelis ta’klim dapat pula kita fahami dari nasehat Luqmanul Hakim kepada puteranya:

”Hai anakku, ketika kamu melihat jamaah tengah berzikir (mengingat Allah atau membicarakan ilmu) maka duduklah bersama mereka. Jika engkau pandai, maka bermanfaatlah ilmumu, dan jika engkau bodoh, maka kau dapat menimba ilmu dari mereka. Sedangkan mereka mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan rahmat Allah, sehingga engkau akan memperoleh bagian pula.

Dan jika kamu melihat kelompok yang tidak berzikir, maka hati hatilah, jangan mendekati mereka. Jika engkau pandai tiada manfaat ilmu yang ada padamu, sedangkan jika engkau bodoh, maka itu akan menambah kesesatanmu. Ada kemungkinan mereka akan menerima marah Allah, sehingga engkau akan ikut tertimpa marah Nya”.

Al-Faqih Abu Laits Samarqandi, seorang ulama salaf mengatakan dalam kitabnya Tanbihul Ghafilin:

Orang yang duduk menghadiri majelis ta’lim, sekalipun tidak dapat mengingat ilmu yang disampaikan, akan meperoleh tujuh kemuliaan:
- Kemuliaan orang yang menuntut ilmu
- Mengekang kelakuan dosa selama duduk dalam majelis
- Ketika berangkat menuju majelisnya dilimpahi rahmat Allah
- Akan ikut memperoleh rahmat yang dilimpahkan Allah kepada majelis
- Dituliskan sebagai amal kebajikan sepanjang memperhatikan apa yang dibicarakan
- Diliputi para malaikat dengan sayapnya
- Setiap langkah ditulis sebagai kebaikan dan sebagai penebus dosa.

Kemuliaan tersebut adalah bagi mereka yang tidak mampu mengingat pokok bahasan.

Bagaimana dengan orang yang bisa mengingatnya dan mengambil pelajaran darinya? Tentu akan semakin lebih besar kemuliaan yang diperoleh seperti yang dikatakan oleh Umar bin Khatab ra :

”Terkadang orang keluar rumah dengan menanggung dosa sebesar gunung Thihamah. Tetapi ketika ia mendengarkan ilmu yang dibahas di majelis ta’lim, dia merasa takut dan bertaubat. Maka ketika pulang dia menjadi bersih dari segala dosa. Oleh karena itu dekatilah majelis ta’lim, karena tiada majelis yang lebih mulia dari majelis ta’lim”

Mengingat besarnya keutamaan majelis ta’lim dan tingginya nilai ibadah yang terkandung didalamnya, maka syetan sebagai musuh manusia senantiasa berupaya untuk merusaknya. Syetan senantiasa mengintai kesempatan untuk menggoda manusia. Diantara berbagai godaan yang mungkin akan dialami oeleh peserta majelis ta’lim ada dua yang akan dikemukakan pada kesempatan ini yaitu:
1. Berdebat yang tidak terarah dan tanpa tujuan yang jelas. Jika suatu saat kita terjebak dalam perdebatan (harap dibedakan dengan diskusi, yang dilakukan dengan teratur, santun dan bertujuan mencari kebenaran, sementara perdebatan seringkali emosional, untuk mempertahankan pendapat masing masing, sehingga cenderung mencari pembenaran bukan kebenaran) segeralah istighfar dan hentikanlah perdebatan.
2. Mencela ustadz ataupun mencela teman lain sesama peserta majelis ta’lim. Harap diingat bahwa celaan itu tidak bermanfaat, dan itu adalah termasuk ucapan yang buruk. Mencela sesama muslim adalah suatu dosa.
Kedua hal tersebut diatas (perdebatan dan celaan) adalah sama sama perbuatan lidah. Sehubungan dengan itu ada baiknya kita merenungkan maksud kandungan hadis berikut ini:

Dari Abu Hurairah ra:

Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berbicara yang baik atau diam”. (Muttafaq alaih)

Dari Ibnu Mas’ud:

Bukanlah (sifat) orang mukmin yang suka mencela, mengutuk, dan tidak pula suka berbuat keji dan omong jorok” (HR Turmudzi, dinyatakan shaheh oleh Al-Hakim)


0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah berkunjung di blog kami silahkan komentarnya di bawah ini.

RINGKASAN BLOG